BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan
adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan,
penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi
kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta
didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini
terjadi karena Banyak orangtua
menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari
mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling
bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan
kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah
tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Kekerasan
terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak
sengaja yang ditujukan untuk mencederai
atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
Sedangkan diskursus tentang kekerasan terhadap perempuan dewasa ini,
merupakan suatu hal yang menarik karena banyak diperpincangkan oleh kalangan
praktisi,Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi dan masyarakat luas. Hal
itudilatar belakangi adanya tuntutan peren perempuan yang semakin komplek
seiring dengan perkembangan jaman yang cendrung lebih
memperhatikan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa melihat atau membedakan jenis
kelamin.Kekrasan terhadap perempuan merupakam timdakan
pelanggaran HAM yang paling kejam yang dialami perempuan. Oleh karenanya tidak salah
apabila tindak kekerasan terhadap perempuan tersebut oleh organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) disebut sebuah kejahatan kemanusiaan.
Serangkaian
data yang dikeluarkan UNIFEM (dana PBB untuk
perempuan) tentang kekerasan menunjukan bahwa di Turk
jumlah perempuan yang mengalami kekerasan oleh pasangannya mencapai 57,9 % pada taun 1998.di
India, jumlahnya mencapai 49% pada tahun 1999, di Amerika Serikat
jumlahnya mencapai 22,1 %. Di Banglades, laporan terakhir
tahun 2000 menyebutkan 60 % perempuan kawin mengalami kekerasan oleh suami. Di
Indonesia sendiri, sekitar 24 juta perempuan atau 11,4 %
dari total penduduk indonesia pernah mengalami tindak kekerasan ,Kekerasan terhadap perempuan dewasa ini tidak saja
merupakan masalah individu, melainkan juga merukapan masalah nasional dan bahkan sudah
merupakan masalah global.
Pelanggaran
HAM perempuan tersebut dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan .Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di mana saja
(di tempat umum, di tempat kerja, dilingkungan keluarga (rumah tangga) dan
lain-lainnya.Dapat dilakukan oleh siapa saja (orang tua, saudara laki-laki
ataupun perempuan dan lain-lainnya dan dapat terjadi kapan saja (siang dan malam). Kekerasan
terhadap perempuan yang menjadi sorortan tulisan ini
yakni kekerasan terhadap perempuan yang lokusnya dala rumah tangga.Dewasa ini kekerasan terhadap perempuan sangat
mencemaskan banyak kalangan terutama kalangan yang peduli terhadap
perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada Deklarasi Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan namun kekerasan terhadap perempuan tetap ada dan bahkan
cendrung meningkat.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan
terhadap anak ?
2. Apa yang dimaksud dengan kekerasan
terhadap perempuan ?
3. Faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan
terhadap anak dan perempuan ?
4. Bagaimana bentuk- bentuk kekerasan
terhadap anak dan perempuan ?
5. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi kekerasan terhadap
anak dan perempuan ?
6. Apa saja contoh Undang- undang yang
mengatur perlindungan anak dan perempuan ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
kekerasan terhadap anak ?
2. Untuk mengetahui pengertian
kekerasan terhadap perempuan ?
3. Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan
terhadap anak dan perempuan ?
4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-
bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan ?
5. Untuk mengetahui bagaimana upaya
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
kekerasan terhadap anak dan perempuan ?
6. Untuk mengetahui apa saja undang-
undang yang mengatur perlindungan anak dan perempuan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kekerasan
Terhadap Anak
1. Pengertian
kekerasan terhadap anak
Kekerasan terhadap anak adalah
segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak
anak baik berupa serangan fisik, mental
sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Pengetian kekerasan terhadap beberapa ahli yaitu :
Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang
dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari
orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat/kematian.
a.
Menurut Patilima, kekerasan merupakan perlakuan yang
salah dari orangtua. Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak
adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam
kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial
maupun mental Kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah
‘Semua bentuk perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional,
pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial/eksploitasi lain yang
mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau mertabat anak yang
dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan atau kekuasaan.
b.
Menurut
WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang ataumasyarakat
yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian,
kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
2. Faktor-
faktor yang mendorong timbulnya
kekerasan terhadap anak
Beberapa faktor
memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi
diantaranya:
a.
Pewarisan
Kekerasan Antar Generasi (intergenerational
transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku
kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan
tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi
(transmitted) dari generasi ke
generasi.
b.
Stres
Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai
kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness),
kondisi perumahan buruk (poor
housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran
bayi baru (the presence of a new
baby), orang cacat (disabled
person) di rumah, dan kematian (the
death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang
tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam
kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas
menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara
keluarga miskin karena beberapa alasan.
c.
Isolasi
Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial.
Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi
masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau
kerabat.
d.
Struktur
Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki
risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada
anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu,
keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan
penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana
mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan
terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri
sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
3. Bentuk-
bentuk kekerasan terhadap anak
a.
Kekerasan
secara Fisik (physical abuse)
kekerasan
fisik (Physical abuse)
adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak,dengan atau tanpa
menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau
kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat
persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan
pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau
berpola akibat sundutan rokok atau setrika.
Lokasi luka biasanya ditemukan pada
daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong.
Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah
laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel,
menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat,
memecahkn barang berharga.
b.
Kekerasan
Emosional (emotional abuse)
Emotional
abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh
dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan
anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau
tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak
untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional
jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara
emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus melakukan hal sama
sepanjang kehidupan anak itu.
c.
Kekerasan
secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal
dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun
kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli,
atau juga mengkambinghitamkan.
d.
Kekerasan
Seksual (sexual abuse)
Sexual
abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual
yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
(seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan
yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara
tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang
lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
e.
Kekerasan
Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat
mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap
dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga,
atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi
anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap
anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk
melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan
hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik,
psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di
pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah
dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa
melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
4. Upaya
menanggulangi kekerasan terhadap anak
Beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu:
a.
Pendidikan
dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup
Tindakan kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh
terhadap perkembangannya baik psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu,
perlu kita hentikan tindak kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang lebih
tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya
kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.
b.
Keluarga
Yang Hangat Dan Demokratis
Dalam sebuah study terbukti bahwa IQ
anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh tak acuh, bermusuhan dan
keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa
tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang orang tuanya penuh
pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dan menyisihkan waktunya untuk
berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan tindakanya, memberi kesempatan
anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan diskusi, hasilnya rata-rata IQ (
bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil
penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63 % dari anak nakal pada suatu
lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen ( nakal ), berasal dari keluarga yang
tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil penelitian K. Gottschaldt di Leipzig
( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen dari anak-anak yang sulit di didik
ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami
tekanan hidup yang terlampau berat.
c.
Membangun
Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan kekerasan terhadap
anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah
keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan predijuce
(prasangka). Dua hal itu kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang
dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap anak
maka diperlukan anggota keluarga yang
saling berinteraksi dengan komunikasi yang efektif.
Mengintegrasikan isuh hak anak kedalam peraturan perundang-
undangan, kebijakan, program dan kegiatan sampai dengan penganggaran sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi sehingga menjadi
responsive terhadap hak anak.
B.
Kekerasan Terhadap Perempuan
1. Pengertian
kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan
terhadap perempuan merupakan konsep baru, yang diangkat pada Konferensi
Dunia Wanita III di Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus internasional
atas pentingnya
mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam
kehidupan sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan terhadap
perempuan koban kekerasan. Oleh karena kekerasan terhadap perempuan merupakan
konsep baru, maka mengenai definisi atau batasan kekerasan terhadap perempau dalam
rumah tangga nampaknya belum ada definisi tunggal dan jelas dari para ahli atau
pemerhati maslah-masalah perempuan. Walaupun demikian kirannya perlu dikemukakan beberapa
pendapat mengenai
hal tersebut.
Tindak
kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi
tindakan seksual, psikologis, fisik danekonomi yang dilakukan individu terhadap
individu yang lain dalam hubungan rumah tangga atau hubungan intim (karib).Kemala
Candrakirana mengemukakan kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan termasuk
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran .Termasuk juga
ancaman yang menghasilkan kesengsaraan di dalam lingkup rumah tangga.
Deklarasi
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan,
Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).Di dalam
KUHP, pengertian kekerasan diatur dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan
bahwa “membuat orang
pingsan atau tidak berdaya disamakan denganmenggunakan kekerasan”. Deklarasi
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, pada Pasal 1 menegaskan
mengenai apa yang dimaksud dengan “kekerasan terhadap perempuan”
yaitu setiap tindakan
berdasarkan
perbedaan jenis kelami yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuansecara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
tindakan tertentu,
pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di
depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.
Mengenai
batasan kekerasan terhadap perempuan yang termuat pada Pasal 1 Deklarasi
tersebut tidak secara tegas disebutkan mengenai kekerasan dalam rumah tangga
tetapi pada bagian akhir kalimat disebutkan atau dalam kehidupan
pribadi. Kehidupan pribadi dapat dimaksudkan sebagai kehidupan dalam rumah
tangga.
UU No. 23 Tahun 2004,
secara tegas mengatur pengertian kekerasan dalam rumah
tangga pada Pasal 1 butir 1. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulmya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam ruang lingkup rumah
tangga.
2. Faktor-Faktor
Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan
terhadap perempuan dapat terjadi tanpa membedakan latar belakang
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau bentuk fisik
korban Kekerasan adalah sebuah fenomena lintas
sektoral dan tidak berdiri sendiri atau terjadi begitu saja. Secara prinsip ada akibat
tentu ada penyebabnya. Dalam kaitan itu Fathul Djannah mengemukakan beberapa faktornya
yaitu :
a.
Kemandirian
ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri terhadapsuami dapat menjadi
penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi tidak sepenuhnya demikian karena
kemandirian istri juga dapat menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
b.
Karena
pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri menjadi
korban kekerasan.
c.
Perselingkuhan
suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau suami kawin lagi dapat
melakukan kekerasan terhadap istri.
d.
Campur
tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga daripihak suami, terutama
ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan kekerasan terhadap istri.
e.
Pemahaman
yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaranagama yang salah dapat
menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
f.
Karena
kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap istri secara
berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan
Sementara itu
Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap perempuan yaitu :
a.
Budaya
patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior dan perempuan
sebagai mahluk interior.
b.
Pemahaman
yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai
perempuan.
c.
Peniruan
anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,biasanya akan meniru
perilaku ayahnya.
Berkaitan
dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan,
Sukerti mengemukakan sebagai berikut :
a.
Karena
suami cemburu
b.
Suami
merasa berkuasa.
c.
Suami
mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
d.
Ikut
campurnya pihak ketiga (mertua).
e.
Suami
memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
f.
Karena
suami suka berjudi .
Dari beberapa
faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan seperti telah
disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki.
Budaya patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat.Kekerasan
terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat berakibat buruk terutama terhadap
si korban, anak-nank yakni dapat berpengaruh terhadap kejiwaan korban
dan perkembangan kejiwaan si anak dan juga berdampak pada lingkungan
sosial. Di samping itu dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
yaitu dampak medis, seperti memerlukan biaya
pengobatan. Dampak
emosional
seperti depresi, penyalahan obat-obatan dan alkohol, setres
pasca trauma,
rendahnya kepercayaan diri. Dampak pribadi seperti anak-anak yang hidup dalam
lingkungan kekerasan berpeluag lebih besar bahwa hidupnya akan dibimbing oleh kekerasan,
anak yang menjadi saksi kekerasan akan menjadi trauma termasuk
di dalam perilaku anti sosial dan depresi.
3.
Bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan
Mencermati pendapat dari para ahli mengenai
istilah-istilah yang dipakaiuntuk menyatakan bentuk-bentuk kekerasan terhadap
perempuan nampaknya
belaum ada
kesamaan istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai
jenis-jenis. Dalam kaitan itu penulis condong memakai bentuk-bentuksesuai dalam
U U No. 23 Tahun 2004.Kristi E Purwandari dalam Archie Sudiarti Luhulima
mengemukakan
beberapa bentuk
kekerasan sebagai berikut:
a. Kekerasan fisik , seperti : memukul,
menampar, mencekik dan sebagainya.
b. Kekerasan psikologis, seperti :
berteriak, menyumpah, mengancam,melecehkan dan sebagainya.
c. Kekerasan seksual, seperti :
melakukan tindakan yang mengarahkeajakan/desakan seksual seperti menyentuh,
mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
d. Kekerasan finansial, seperti :
mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan
finansial dan sebagainya.
e. Kekerasan spiritual, seperti :
merendahkan keyakinan dan kepercayaankorban, memaksa korban mempraktekan ritual
dan keyakinan tertentu.
Berkaitan
dengan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, Sukerti dalam laporan
penelitiannya di Kota Denapasar mengatakan sebagai berikut :
a. Kekerasan fisik. Contoh : dipukul
dengan tangan, dipukul dengansendok, ditentang, dicekik, dijambak, dicukur
paksa, kepaladibentukan ke tembok.
b. Kekerasan psikologis. Contoh :
diancam, disumpah, pendapat korban tidak pernah dihagai, dilarang bergaul,
tidak pernah diajak timabangpendapat, direndahkan dengan mengucapkan kata-kata
yang sifatnya merendahkan posisi perempuan.
c. Kekerasan
ekonomi. Contoh : membebankan biaya rumah tangga sepenuhnya
kepada istri (istri yang bekerja secara formal) atau tidak memberikan
pemenuhan finansial kepada istri. Jadi menelantarkanrumah tangga.
4.
Upaya
Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan
Pencegahan
dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, masyarakat menyadari bahwa
kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah yang perlu diatasi. Diantaranya
dengan :
a. Menyebarluaskan produk hukum tentang
pelecehan seks di tempat kerja.Membeli perempuan tentang penjagaan keselamatan
diri. Melaporkan tindak kekerasan pada pihak berwenang.
b. Peran petugas kesehatan dalam
mencegah kekerasan terhadap perempuan di antaranya melakukan penyuluhan untuk
pencegahan dan menanganan kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Bermitra dan
berpartisipasi dalam pengembangan jaringan kerja untuk menanggulangi masalah
KtP dengan instansi terkait, lembaga social masyarakat.
Sebagai
suatu bentuk kejahatan, tindakan kekerasan agaknya tidak akan pernah hilang
dari muka bumi ini, sebagaimana pula tindak-tindak kejahatan lainnya. Namun,
bukan berarti tindakan kekerasan ini tidak dapat dikurangi.
Pemecahan
yang menyeluruh untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan seharusnya
berfokus pada masyarakat sendiri, yakni dengan mengubah persepsi mereka tentang
tindak kekerasan terhadap perempuan. Dalam hal ini, harus diubah pandangan
masyarakat yang selalu menganggap bahwa perempuan hanyalah warga negara kelas
dua (second class citizen). Kekerasan dalam rumah tangga dapat diatasi dengan
adanya saling pengertian diantara
pasangan suami istri, saling percaya, keterbukaan, saling membantu, saling memafkan, saling
menghargai, saling mencintai, kesetaraan gender,
pembagian tugas yang jelas antara suami dan istri, terpenuhinya kebutuhan hidup, dll.
Ketidak pedulian
masyarakat terhadap masalah tindak kekerasan terhadap perempuan pun harus
diubah. Dalam hal ini, struktur sosial, persepsi masyarakat tentang perempuan
dan tindak kekerasan terhadap perempuan, serta nilai masyarakat yang selalu
ingin tampak harmonis dan karenanya sulit mengakui akan adanya masalah dalam
rumah tangga, merupakan tiga hal pokok penyebab yang mendasari ketidakpedulian
tersebut.
Untuk itu,
dibutuhkan suatu pendidikan publik/penyuluhan untuk membuat masyarakat
menyadari akan hak-hak dan kedudukan perempuan dalam masyarakat, dan yang
secara khusus menjelaskan tindak kekerasan terhadap perempuan, termasuk tentang
hak-hak mereka, dan juga tentang tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan.
5.
Kekerasan
Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender
Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan
perempuan, yang
gsementara
diyakini sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah.
Oleh karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan
berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-lakiakibat gender
ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi,dominasi, diskriminasi,
marginalisasi, stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut merupakan
sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan.Hal tersebut di atas
terjadi karena adanya keyakinan bahwa kodrat perempuan itu
halus dan posisinya di bawah laki-laki, bersifat melayani dan tidak sebagai kepala
rumah tangga. Dengan demikian maka perempuan disamakan dengan barang
(properti) milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan sewenang-wenang.Pola
hubungan demikian membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari
tingkat kehidupan masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan bahkan sampai
pada tingkat kelas tinggi. Mulai dari individu, keluarga, masyarakat dan
negara. Negara mempunyai kepentingan untuk mengatur posisi perempuan
dengan mencantumkan pasal poligami dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat juga dikaji berdasarkan
Teori Class dari Marx. Marx mengatakan bahwa ada dua kelompok yang berada
pada posisi yang berbeda yaitu kelompok kapitalis di satu sisi dan kaum buruh di
sisi lainnya. Kaum kapitalis adalah kaum yang menekan kaum buruh, kaum
buruh berada pada posisi sub-ordinat dan tidak diuntungkan.
Berdasarkan
Teori Marx tersebut dapat diasumsikan bahwa kaum laki-laki itu adalah kaum
kapitalis yang berada pada posisi lebih tinggi, menentukan dan diuntungkan
sedangkan kaum perempuan adalah kaum buruh yang berada pada posisi lebih
rendah dan tidak diuntungkan.
C.
Perlindungan
Hukum Terhadap Anak dan Perempuan Korban Kekerasan
1. UU Tentang
Kekerasan Terhadap Anak
a. Pasal 76C
UU 35/2014 yang berbunyi : “setiap orang
dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut
serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Sanksi
bagi orang yang melanggar pasal diatas ( pelaku kekerasan/penganiyayaan )
ditentukan dalam pasal 80 UU 35/2014 :
1) Setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda
paling banyak Rp.72.000.000,00.
2) Dalam hal
anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banayk
Rp.100.000.000,00.
3) Dalam hal
anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.3.000.000.000,00.
4) Pidana
ditambah seper tiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiyayan tersebut orang tuanya.
2. UU Tentang
Kekerasan Terhadap Perempuan
a. Pasal 285 KUHP ( Sanksi Hukum Untuk
Pelaku Pemerkosaan ), berbunyi : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”
b. Pasal 289 KUHP ( Sanksi Hukum Untuk
Pelaku Asusila ), berbunyi : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan
dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
c. Pasal 170
KUHP ( Sanksi Hukum Untuk Pelaku Kekerasan ), berbunyi :
1) Barang
siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau
barang, dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun 6 bulan.
2) Yang
bersalah dihukum dengan penjara selama-lamanya 7 tahun, jika ia dengan sengaja
merusakkan barang atau kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan suatu luka.
Dengan penjara selama-lamanya 9 tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka
berat pada tubuh. Dengan penjara selama-lamanya 12 tahun, jika kekerasan itu
menyebabkan matinya orang.
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Anak
merupakan anugrah dan titipan. Menjaga dan mendidik anak merupakan tugas utama
para orangtua. Banyak anak yang telah menjadi korban dari kekerasan dan
penganiayaan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan emosional. Kekerasan fisik
dan kekerasan emosional biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat sang anak
baik orangtua,tetangga, teman bermain yang terbilang lebih tua bahkan orang
yang tak dikenal. Kekerasan yang di dapat sorang anak terutama anak-anak di
bawah umur biasanya menyebabkan beberapa dampak negatif bagi sang anak seperti
memar akibat pukulan,tendangan,tinju, dan lain-lain yang di sebabkan oleh
kekerasan fisik,dan kekerasan emosional seperti gangguan kejiwaan,selalu merasa
takut dan menjaga jarak kepada oranglain.
Anak-anak
yang mengalami kekerasan biasanya malu dan takut untuk mengungkapkan kekerasan
yang di dapatinya,untuk mengetahui ciri-ciri anak –anak yang telah mengalami
kekerasan dapat dilihat dari bekas luka yang di dapatinya dan tak wajar, selain
itu juga dari sikap anak yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam,takut,sering
mengigau dan selalu menjaga jarak terhadap orang-orang yang biasa dekat
dengannya.
Cara untuk mencegah terjadinya
kekerasan terhadap anak yaitu dengan tidak sembarangan mempercayai orang lain,
melaporkan tindakan mencurigai jika yakin bahwa tindakan tersebut merupakan
tindakan kekerasan, mengetahui ciri-ciri anak yang telah terkena dampak dari
kekerasan sehingga bisa lebih waspada,selain itu memberi arahan yang mudah di
mengerti oleh anak untuk tidak terlalu percaya pada orang lain dan jika di
rasakannya tindakan kekerasan maka laporkan tindakan yang di dapatinya kepada
kedua orangtua,sehingga orang tua dapat mengambil tindakan atas kekerasan yang
terjadi.
B. Saran
Dengan
melihat serangkaian uraian diatas, maka dapat dikatakan kekerasan terhadap
perempuan yang lebih dominan yaitu KDRT yang merupakan bagian dari isu
kesehatan masyarakat yang patut diperhatikan. maka dari itu harus memajukan
kebijakan yang aktif dan nyata yang mendorong masuknya perspektif jender ke dalam
semua kebijakan dan program-program yang berhubungan dengan tindak kekerasan
terhadap perempuan serta sebagai petugas kesehatan diharapkan mampu melakukan
penyuluhan untuk pencegahan dan menanganan kekerasan terhadap perempuan.